Cerpen "LANGKAH MANIS"
Langkah
Manis
Oleh
: Muhammad Harsa Bahtiar
Menjelang
pukul 07.00, pagi itu langit tampak begitu cerah. Udara pagi yang sejuk membuat
suasana semakin ceria. Hari itu adalah awal masuk perkuliahan di semester 2.
Sungguh menyenangkan karena mendapatkan banyak teman baru. Namun ada satu yang
berbeda pada saat itu, entah rasa apa yang aku rasakan, aku tak tahu, tiba-tiba
aku gugup.
Ada
sesosok perempuan muncul seperti bayangan. Ia sehalus angin dan tanpa suara
duduk disampingku. Wajahnya terlihat sangat lugu karena dia hanya menunduk.
Setelah menunggu sekian lama akhirnya dia mengangkat muka. Dalam hati aku
berkata, lihat wajahnya, dia begitu berseri, dia begitu menggodaku. Entah apa
yang aku lakukan hanya membuat dia takut, tapi melihat gelagat setelah aku
menatapnya sepertinya memang aku telah berhasil membuatnya bertanya-tanya
tentang aku, sebenarnya aku masih ragu, namun aku rasa keraguanku ini wajar dan
suatu saat pasti aku dapat berkenalan dengannya.
Dosenpun
memanggil satu-persatu nama mahasiswanya, dan ternyata Dita namanya, itupun aku
hanya mendengar sekilas karena teman di belakangku selalu mengajak berbicara.
Aku rasa nama yang bagus untuk seorang perempuan yang lugu. Bagiku perempuan
ini mirip dengan bulan sabit, sebagian bercahaya dan sebagian lagi penuh dengan
misteri. Dia membuatku semakin tertantang untuk terus mendekatinya. Namun aku
sadar saat itu aku belum kenal dengan dia, bahkan bertemu dan saling
berkenalanpun tak pernah.
Masih
dalam perkuliahan, kulihat dia tampak begitu ramah berada ditengah-tengah
teman-temannya. Kupandangi dia secara diam-diam, kulitnya putih, matanya bagus.
Bagian wajahnya yang lain biasa saja, itu artinya dia tidak terlalu nampak
istimewa. Ia tidak seperti yang dimiliki oleh perempuan-perempuan yang
digolongkan cantik oleh kebanyakan orang. Dan sepertinyapun Dita tidak menjadi
mahasiswa favorit dikampus.
Bagiku
dia biasa saja dalam arti ia tidak tampil mencolok dan tidak membuat orang lain
tergoda olehnya. Ia biasa dalam arti yang umum yang pada saat itu aku menangkap
sisi lain darinya yang mungkin tak terlihat oleh oranglain. Ia tidak cantik,
tidak jelek, tidak periang, tidak melankolis, tidak pendiam, tidak cerewet,
tidak ramah, tidak sok tahu, tidak sombong, tidak judes, tidak pintar, tidak
bodoh, tidak pelit, tidak juga dermawan. Itulah yang aku pikirkan tentang yang
ada didalam dirinya, bagiku dia tetap biasa saja, entah mengapa aku terus
memandanginya.
Hari
berganti, malam itu ada tugas dari dosen sebuah pementasan drama kecil
dikampus, dan tentu aku masih satu rombel dengan Dita. Terkejut? Kaget? Tidak,
aku biasa saja bertemu dengan dia, mungkin karena aku belum pernah menatapnya
secara langsung dan belum pernah berbincang dengannya, yaa , sama sekali belum
berbincang dengannya. Minggu pertama latihan drama belum ada sesuatu yang
menjanjikan. Memang belum ada yang bisa diharapkan, karena untuk majupun aku
tidak tahu, mungkin harus dengan
strategi lain dan aku sedang memikirkannya waktu itu. Sebuah strategi yang
membuatnya tertarik padaku tanpa harus aku mendekatinya, sedikit kejam mungkin,
tapi siapa tahu berhasil?
Setiap
bertemu aku cuma memandang kosong padanya, seperti cuek tapi didalamnya
tersimpan rasa untuk berbincang dengannya. Aku mulai memandanginya namun aku
juga cuek, itulah strategi yang aku pakai agar dia benar-benar terganggu oleh
tingkahku. Sepertinya pada saat itu dia mulai salah tingkah dan berperilaku
lucu, tidak seperti sebelumnya, dia sering membuang muka entah takut atau malu
aku juga tak tahu. Tiap kali pandanganku tertutup oleh teman, aku tak berpindah,
malah aku yang menguji apakah dia yang akan pindah atau tetap duduk ditempat
yang sama, dan ternyata masih duduk ditempat yang sama. Aku rasa dia juga
menggunakan strategi yang sama, “Sial” dalam hati kuberkata sambil mendengarkan
celotehan sang sutradara.
Aku
bertemu dengan Dita sekitar 2 minggu setelah latihan awal drama. Maksudnya
adalah bertemu dengan cara betatap muka dan saling berbincang, itupun masih
sangat kaku dan aneh bagiku. Mengapa bertemu dengannya membuatku mati kutu?
Padahal dia biasa saja, wajahnya teduh. Akan tetapi ada yang janggal aku
rasakan, entah apa itu, namun aku ingin melihat perempuan itu lagi, ingin terus
dan terus tanpa henti.
“Apasih
yang sebenarnya arti dari biasa saja ini? “ tanyaku pada diriku sendiri. Aku
tak tahu jawabannya. Tetapi, aku sering memperhatikannya. Begitu biasa
perempuan itu. Dan bagiku justru karena biasa itulah dia menjadi istimewa
ketika ia berada ditengah-tengah orang luar biasa. Ya, aku tertarik padanya.
Belum jelas juga apa yang membuatnya tertarik padanya, tidak penting mencari
tahu hal tersebut. Pokoknya aku tertarik.
Lagi-lagi
aku berpikir, “apa yang membuat Dita menarik bagiku? Lagi-lagi aku tak tahu
jawabnya. Dia benar-benar biasa saja, pakai jilbab,tubuhnya kecil, kulitnya
putih, bahkan ada satu yang membuatku ingin tertawa tapi aku bisanya cuma
tersenyum yaitu pada saat dia naik motor, seperti baru kemarin sore, lucu dan
membuat gemas untuk mengajarinya cara mengendarai motor yang benar.
“Apa
yang dicari seorang laki-laki dari seorang perempuan?” tanyaku lagi setelah aku
melihat salah satu tweet di twitterku, dan aku tak tahu lagi jawabannya, sempat
berpikir lama dan masih tidak tahu jawabannya. Aku mencoba membalik pertanyaan
itu, “apa yang dicari perempuan dari seorang laki-laki? Dan jujur aku semakin
tak tahu jawabannya, malah membuatku semakin pusing.
Hari
terus berganti dan pada saat itu aku jatuh sakit, seperti biasa suaraku
menghilang dan berubah menjadi serak-serak jijik. Aku hanya bisa diam dan
menolak segala pertanyaan yang ada dipikiranku. Aku mencoba berpikir kosong dan
berusaha untuk tetap positif didepan teman-teman. Dan ternyata itu tidak
bertahan lama setelah Dita datang, semuanya buyar dan dalam hati imajinasiku
bertanya tentang pertanyaan-pertanyaan darinya yang seperti membombardir dalam
diriku. Pertanyaan tentang “apakah kamu baik-baik saja?”, atau “apa kamu sedang
sakit?”. Sekali lagi itu hanya imajinasi. Mungkin aku harus ganti strategi agar
dia dekat denganku. Masih berpikir tentang strategi baru, aku terkejut dia
datang ke arahku dan berkata “besok kamu pulang sama siapa Sa? Kalau nggak
ngrepotin, boleh ga aku nebeng sampai bawah?” tanya dia yang berdiri
dihadapanku setelah latihan drama selesai. Tanpa basa-basi langsung aku jawab
“sendiri kok Dit, boleh-boleh”. “makasih ya, soalnya aku kasihan sama bapakku
yang tiap malem nganterin aku” katanya yang sepertinya sedikit berbau curhat.
Dan pertanyaan yang aku tunggu dari awalpun terjadi, “kamu sakit Sa? Kok
suaramu beda?” tanya dia dan duduk di sebelahku. “Iya niih agak ga enak badan”
jawabku singkat. Dia bergeser kearah teman-temannya dan berbincang-bincang lagi
dengan teman-temannya.
Lupakan
strategi baru, aku rasa yang awal sudah berhasil. Dan haripun berganti,
malam itu ada latihan lagi dan aku punya
kesempatan untuk berboncengan dengannya, masih dalam situasi sakit, dia datang
dengan membawa satu tas plastik kecil yang diberikan kepadaku, “apa ini?”
tanyaku. “ini obat radang sama vitamin C” jawab dia singkat dan segera pergi
kearah teman-teman di gazebo tempat teman-teman latihan. Kali ini aku berbeda
tempat karena harus menggelar rapat dengan teman-teman rombel lain. Jadi harus
berpisah dengan teman-teman di gazebo.
Waktu
dramapun sudah usai, saatnya pulang, sengaja aku masih duduk ditempat rapat
untuk menunggu dia datang menghampiriku, sekali lagi sedikit kejam memang, tapi
aku rasa itu tidak terlalu memberatkan karena dia datang menghampiriku. Dan
kamipun berjalan menuju parkiran yang sebetulnya lebih dekat dengan gazebo
latihan kami. Perasaannya tidak dapat ditulis dengan kata-kata, tapi ini masih
terlalu biasa saja, tapi untuk hal yang pertama kali ini tergolong istimewa,
istimewanyapun masih biasa saja.
Mulai
saat itu aku berpikir untuk akan terus mendekatinya namun dengan cara awal.
Entah mengapa dengan cara itu malah membuat semakin banyak pertanyaan yang
muncul dan membuat kita sering bertemu. Selama berhari-hari berteman dekat dan
berhubungan melalui handphone baik itu SMS ataupun telepon, aku rasa semakin
dekat saja aku dengannya. Namun masih tak tahu apa yang membuatku tertarik
padanya.
Karena
sering pulang malam bahkan dinihari, membuat kondisiku semakin tak menentu,
menjadi sering sakit dan hilang suara. Ternyata hal itu membuat Dita khawatir
dan terus menerus bertanya tentang kesehatanku. Senang siih tapi aku tak ingin
dia terlalu memikirkanku. Lagi-lagi aku berpikir “kenapa aku tak ingin dia
memikirkanku? Dan kali ini aku tahu jawabannya, aku hanya tak ingin dia cemas
lalu berpikir bahwa dengan terus berboncengan tiap malam membuat kesehatanku
menurun. Hanya itu, karena aku merasa sangat senang bisa berdua dengan dia dan
tak ingin cepat-cepat usai.
Setelah
kejadian itu, aku semakin tahu apa yang aku inginkan dari Dita, mungkin aku
suka padanya, atau mungkin hanya terkesan? Masih terlalu dilema menjawab
pertanyaan itu, yang pasti aku tidak mau kehilangannya. Berharap suatu hari
nanti dapat bersama dalam konteks yang berbeda dan dapat bersama seperti halnya
orang lain dengan gadis-gadis yang memegang lengan lelakinya. Masih
berhalusinasi, namun aku yakin kalau suatu saat pasti aku bisa berdua
dengannya.
Semakin
hari aku semakin berani mendekatinya. Aku tak pernah mengatakan kalau aku suka
padanya, namun saat itu aku sempat bilang kalau aku tidak mau kehilangan, aku
rasa itu cukup menjadi kata simpulan yang dapat menjelaskan semua yang ada
didalam diriku. Hanya kata “aku tak mau kehilanganmu” dan itu menjadi titik
awal dia mulai nyaman denganku dengan segala keterbatasanku sebagai seorang
lelaki yang mungkin aneh karena suka tapi tak bisa mengutarakannya, malah
membuat strategi konyol yang sedikit kejam namun masih dalam taraf sederhana
dan menyenangkan.
Dan
akhirnya hari itupun tiba, tanggal 19 Juni 2012. Tanggal ulang tahunku dimana
dia memberikan sebuah hadiah satu-satunya ditahun itu. Iya, memang hadiah dari
Dita lah yang merupakan satu-satunya hadiah kado di ulang tahunku ke 19 itu.
Aku mulai tahu apa yang Dita mau dan berusaha menyusun kata-kata untuk
menjadikan dia milikku, dan masih tetap dengan kata “aku tak mau kehilanganmu”
yang hanya bisa aku utarakan kepadanya. Dan dia akhirnya merespon dengan kata
lain juga yang membuatku pada saat itu menjadi lelaki yang paling bahagia
didunia. Tak perlu dijelaskan semua orang pasti tahu.
Setelah
itu, semakin banyak yang tahu dan semakin banyak yang menentang dengan berbagai
cara termasuk membuat cerita ataupun vonis yang buruk kepada kita. Namun kita
paham dan yakin kalau mereka juga ingin menjadi seperti kita dan beranggapan
bahwa banya orang frustasi karena menggunakan cara yang salah dan terlalu
terlihat oleh mata jika berhadapan oleh sebuah keadaan dimana kita tak tahu
jawaban dari pertanyaan itu. Kita hanya bisa merasakan dan pada saat itu merasa
nyaman, maka dari itulah kita putuskan untuk berdua. Tidak ada hal yang sulit
untuk di wujudkan, dengan cara apapun entah itu unik, bagus ataupun konyol,
asalkan kita dapat konsisten dan yakin dapat meraihnya. Dan setelah kita
dapatkan hasilnya, itulah yang dinamakan langkah manis yang pantas kita
jejakkan disebuah kehidupan.
Komentar
Posting Komentar