Apresiasi Prosa Novel Analisis Pendekatan Novel “Katak Hendak jadi Lembu” Karya Nur St. Iskandar







Makalah
Apresiasi Prosa Novel
Analisis Pendekatan Novel “Katak Hendak jadi Lembu” Karya Nur St. Iskandar
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Prosa


Oleh :
Nama           : M. Harsa bahtiar
NIM            : 2101411115
Rombel        : 4


Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang
2012

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Apresiasi Novel karya Nur St. Iskandar berjudul Katak Hendak Jadi Lembu”

            Makalah ini berisikan tentang beberapa pendekatan-pendekatan dalam upaya mengapresiasi sebuah karya sastra khususnya novel karya Apresiasi Novel karya Nur St. Iskandar berjudul Katak Hendak Jadi Lembu. Diharapkan setelah mempelajari makalah ini, dapat mengapresiasi karya sastra dengan lebih baik.

            Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Seperti kata pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

            Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.


Semarang, Juni 2012

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................   i
KATA PENGANTAR.................................................................................................   ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................   iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................   4
1.2.Rumusan Masalah..............................................................................................   6
1.3.Tujuan................................................................................................................   6
BAB 2 : PEMBAHASAN
2.1.Sinopsis..............................................................................................................   8
2.2.Analisis Novel Berdasarkan Pendekatan dalam Prosa Fiksi..............................   9
1. Pendekatan Analitis......................................................................................   9
2. Pendekatan Historis......................................................................................   14
3. Pendekatan Emotif.......................................................................................   15
BAB 3 : PENUTUP
3.1.Simpulan............................................................................................................   17
3.2.Saran..................................................................................................................   17
DAFTAR ISI...........................................................................................................   118
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. Dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gove (dalam Aminudin) mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan pemahaman/pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
Apresiasi sastra secara langsung merupakan kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra berupa teks maupun performansi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara langsung itu dapat terwujud dalam perilaku membaca, memahami, menikmati, serta mengevaluasi teks sastra, baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks sastra berupa puisi. Karya satra tersebut merupakan karya sastra prosa fiksi.
Istilah prosa fiksi atau disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi atau cerita berplot. Penertian prosa fiksi tersebut adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu atau pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
Dalam prosa fiksi ada beberapa elemen yang membangun suatu karya sastra seperti unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur-unsur tersebut ada yang implisit didalam teks ada yang eksplisit. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau dengan kata lain unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud misalnya, tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut adalah Pengarang, Penerbit, Pendidikan Pengarang, Latar belakang pengarang (sosial, agama, budaya), dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengarang dalam karya yang ditulisnya. Selain unsur intrinsik dan ekstrinsik, terdapat beberapa pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau landasan dalam mengapresiasi prosa fiksi. Hal itu disebabkan adanya (1) perbedaan tujuan dan apa yang diapresiasi lewat teks sastra yang dibacanya, (2) kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan, dan (3) landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi.
Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, didalam mengapresiassi prosa fiksi pembaca dapat menggunakan (1) pendekatan emotif, (2) pendekatan analitis, (3) pendekatan histories, (4) pendekatan sosiopsikologis, dan (5) pendekatan didaktis.
“Katak Hendak Jadi Lembu” adalah novel klasik yang mengandung nilai-nilai kehidupan dari sepasang suami istri bernama Raden Suria dan istrinya Zubaidah. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Suria yang hanya bekerja sebagai mantri kabupaten tetapi bertingkah bagai orang yang paling berkuasa di daerahnya layaknya seekor katak yang ingin berubah menjadi lembu sangat sesuai dengan judul novel tersebut.
Novel karangan Nur Sutan Iskandar ini, menggunakan alur maju mundur (digresi) karena awalnya pengarang mengenalkan situasi dan tokoh cerita, lalu kembali menceritakan kejadian masa lalu ketika Suria dijodohkan dengan Zubaidah, kemudian kembali memaparkan cerita yang menuju konflik. Sehingga digunakannya alur maju mundur (digresi) ini, memudahkan pembaca untuk mengetahui awal penyebab konflik sebelum mengetahui konflik yang terjadi. Sedangkan puncak konflik yang digunakan adalah “sad ending” karena diceritakan bahwa Suria akhirnya meninggal dunia.
Adapun tokoh utama novel ini adalah Zubaidah sebagai istri Suria dengan watak protagonis memiliki sifat yang sabar, patuh terhadap suami dan sangat menyayangi ketiga anaknya Abdulhalim, Saleh dan Enah. Sedangkan lawan mainnya Suria dengan watak antagonis memilki sifat sombong, tinggi hati dan tidak layak ditiru oleh pembaca semakin menambah kehebatan isi cerita.
Meskipun novel ini dikarang oleh pengarang yang berasal dari daerah Minangkabau, akan tetapi pengarang mampu menulis novel yang kuat dengan menghadirkan latar tempat dan latar sosial masyarakat Pasundan seperti yang dikatakan oleh Maman S. Mahayana seorang kritikus sastra. Hal ini dibuktikan bahwa pengarang menceritakan adat yang berlaku di Pasundan bahwa seorang anak gadis harus bersedia menikah dengan seseorang pilihan orang tuanya bukan kehendak dirinya sendiri. Selain itu pengarang terlihat piawai memainkan bahasa Sunda seperti “kabodoan” berarti tertipu, ”ngigel” berarti menari, ”semah” berarti tamu dan juga bahasa Belanda seperti “binnelandsch bestuur” berarti pemerintahan dalam negeri, “hulpschrijver” berarti juru tulis pembantu.
Pasundan adalah latar tempat yang digunakan dalam novel ini. Kesedihan, kekesalan, ketegangan dan keharuan menjadi latar suasana yang selalu menghiasi cerita. Hal ini dibuktikan ketika Zubaidah menangis memohon agar suaminya, Suria tidak lagi boros terhadap keuangan rumah tangga. Suasana keharuan ketika Suria diusir oleh anaknya, Abdulhalim karena tabiatnya yang buruk kemudian jatuh miskin dan akhirnya meninggal dunia menyusul istrinya.

1.2.            Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan dibahas menjadi terarah dan menuju tujuan yang diinginkan diperlukan adanya perumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Bagaimana sinopsis novel karya Nur St. Iskandar berjudul Katak Hendak Jadi Lembu?
2)      Pendekatan apa saja yang digunakan didalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar?

1.3.            Tujuan
Suatu makalah harus memiliki tujuan agar pembahasannya lebih terarah dan tidak menyimpang jauh dari rumusan masalah yang sudah ditentukan, maka dirumuskan tujuan dibuatnya makalah ini sebagai berikut :
1)      Untuk memberitahu kepada pembaca tentang novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar melalui sinopsisnya.
2)      Menjelaskan pendekatan yang digunakan didalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar.




BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Sinopsis
Zakaria adalah seorang haji kaya raya. Ia mempunyai anak tunggal bernama Suria. Sejak kecil Suria hidup berkecukupan dan selalu dimanjakan ayahnya. Dengan didikan yang sepeti itu, ia justu menjais eoang anak yang ponah dan sombon. Bahkan sifat dan tabiatnya yang buruk itu tebawa sampai masa akhir hayatnya.
Haji Hasbullah, teman kaib Haji Zakaiya, termasuk seoang haji yang kaya raya pula. Ia pun mempunyai seorang anak gadis satu satunya bernama Zubaedah (edah).Zubaedadh beparas cantik dan berbudi baik. Ayah Zubaedah telah memilihkan calon suaminya, Raden Prawira, yan bepangkat manteri polisi.Akan tetapi,suatu ketika haji Zakaria datang kepada Haji Hasbullah, memohon agar Zubaeadh dinikahkan dengan Suria.Haji Hasbullah tak dapat menolak pemintaan teman kaibnya itu.Maka, penikahan Suri dan Zubaedah dilaksanakan.
Perkawinan yang tanpa didasari rasa cinta sama cinta itu justru membawa petaka bagi Zubaedah.Kesempatan bagi Suria adalah setelah ayahnya meninggal dunia. Ia befoya foya dengan harta peninggalan ayahnya itu. Selama tiga tahun, ia pun meninggalkan zubaedah yang baru melahirkan anaknya yang pertama Abdulhalim.
Ketika hata ayahnya telah ludes, Suia kembali paa Zubaedah.Ia mengaku bahwa pebuatannya selama ini telah salah. Pada waktu itu Suria telah bekeja sebagai juu tulis di kantor asisten di kabupaten.Penghasilannya yang kecil selalu tak mencukupi kebutuhan keluarganya. Maka Abulhali tepaksa dibawa kakeknya dan disekolahkan di sekolah Belanda, lalu dilanjutkan ke sekolah bergengsi di Bandung.Sementara itu, anak Suria terus bertambah.Kedua adik Abdulhalim benama Saleh dan Aminah. Oleh Suria, keduanya disekolahkan di HIS. Itu semua dilakukan Suria hanya kaena ia ingin dipandang dan dihormati masyarakat. Layaknya orang mengatakan ”besar pasak daripada tiang.” Utang Suria semakin betumpuk.Untuk menutupi utang utang suami dan biaya sekolah anak anaknya, Zubaedah seing bekirim surat pada ayahnya, meminta agar dikirimi uang.
Seringkali terjadi petengkaran mulut antara zubaedah dan Suria. Zubaedah tak kuat lagi menahan malu kepada para penagih yang selalu datang ke rumahnya. Namun Suria sendiri bersikap acuh tak acuh menghadapi kenyataan itu.Bahkan, ia kini ingin naik pangkat ketika didengarnya ada lowongan klerek. Hal itu ia ceritakan kepada istrinya bahwa beberapa hari yang lalu ia mengirim pemohonan untuk mengisi lowongan itu. Ia begitu yakin atasannya akan beusaha menolongnya.”Tak usah mengeluh juga,Edah,”ujarnya, ”Kalau sudah keluar surat angkatan akang jadi klerk, tentu klerk kelas 1, tak pelu kita disokong ayah ari Rasik lagi. Dengan sekejap saja kita sudah lebih daripada manteri polisi yang tertua dinasnya”
Utang Suria terus menggunung. Apalagi karena Suria berani mengambil barang barang lelangan atasannya. Maka, untuk melunasi utang utang itu, Suria menjadi gelap mata. Ia ”telan” uang kas di kantornya. Perbuatannya itu diketahui atasannya. Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, ia bahkan mengajukan permohonan behenti bekerja.
Rupanya, Suria telah merencanakan sebelumnya. Dalam pikirannya, setelah behasil menggelapkan uang kas, ia akan membawa istri dan anak anaknya pindah ke rumah Abulhalim yang kini telah bekerja dan telah pula berkeluarga. Suria mengirim surat kepada anaknya dan mengutarakan maksudnya itu. Sebagai seorang anak yang ingin membalas budi orang tua, Abdulhalim sama sekali tak merasa berkeberatan denan keinginan ayahnya. Mulai saat itu, Suria tinggal di umah anaknya.
Orang tua itu rupanya benar benar tak tahu diri. Ia tetap bersikap sepeti tuan rumah layaknya. Adapun Abulhalim dan menantunya ianggap sebagai anak yang harus patuh pada orangtua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala rumahtangga.”..Patutkah seorang menantu menghinakan mertuanya, patutkah seorang perempuan bekata sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten? Sudah salah ayahmu mengawinkan Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu. Mengharapkan gelar dan paras saja. Coba diturutkan nasihatku dahulu:dikawinkan Abdulhalim dengan anak wedana, yang telah jadi guru di Tasik itu, tentu takkan begini jadinya”
Tak kuasa Zubaedah melihat tingkah laku suaminya yang sering mencampuri urusan rumahtangga anaknya. Hal itu pula yang membuat kehidupan rumah tangga anaknya mulai sering diwarnai percekcokan. Bagi Zubaedah, keadaan demikian sungguh membuatnya tidak enak hati. Bagaimanapun sebagai seorang ibu, ia ingin melihat anaknya hidup bahagia. Kebahagiaan anaknya, justru terganggu oleh sikap Suria yang merasa bebas bebuat sekehendak hati tehadap anaknya. Ia menyesalkan sikap suaminya. ”Sesal Zubaedah terhadap Suria semata mata, dan sesal tak putus itulah yang mendatangkan penyakit kepadanya” Tekanan batin yang mendatangkan itu pula yang mengantarkan Zubaedah menghembuskan napasnya yang penghabisan. Ia meninggal di hadapan semua kaum keluarganya.
Kematian istrinya telah membuat Suria merasa sangat malu terhadap kelakuannya sendiri. Ia telah mengganggu ketentraman kehidupan rumah tangga anaknya. Ia pula yang menyebabkan istrinya menderita hingga maut menjemputnya. Perasaan malu yang tak tertanggungkan itu, memaksa Suria mengambil keputusan; ia pergi entah ke mana. Pergi bersama kesombongan dan keangkuhannya. Menggelandang membawa sifatnya yang tak juga berubah.
2.2.  Analisis Novel Berdasarkan Pendekatan dalam Prosa Fiksi
            Dalam mengapresiasi novel Katak Hendak jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar ini, saya menggunakan 3 pendekatan, yaitu pendekatan analitis, pendekatan historis, dan pendekatan emotif.
1)              Pendekatan Analitis
Didalam novel Katak Hendak Jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar terdapat beberapa unsur seperti fakta cerita, sarana cerita, dan tema cerita (Stanto 1965).
1.      Fakta Cerita
Pada fakta cerita dalam sebuah prosa fiksi meliputi tokoh, alur dan latar. Penokohan dalam novel ini dapat kita lihat melalui tokoh-tokoh yang digambarkan oleh Nur St. Iskandar. Tokoh-tokoh yang dianalisis dalam novel Katak Hendak jadi Lembu ini yaitu :
a.       Zakaria seorang haji yang kaya.
b.      Suria anak Haji Zakaria, yang angkuh dan sombong karena sudah terbiasa hidup dalam harta kekayaan ayahnya dan juga selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Dia termasuk seorang pemuda yang selalu mengharapkan sesuatu yang berlebihan dimana dia sendiri tidak mampu. Memiliki watak angkuh, sombong, gila pangkat, boros, pemarah, keras kepala, tinggi hati, berpengharapan besar, suka mengatur, manja, tidak tahu diri, kurang perhatian ke anak, pendek pikirannya, mudah tersinggung,
c.       Haji Hasbullah seorang haji yang kaya raya, sahabat karibnya Haji Zakaria. Emiliki watak pengertian, suka membantu, sayang terhadap anak dan cucu
d.      Zubaedah sebagai istri Suria dengan watak protagonis memiliki sifat yang sabar, patuh terhadap suami dan sangat menyayangi ketiga anaknya Abdulhalim, Saleh dan Enah. Sedangkan lawan mainnya Suria dengan watak antagonis memilki sifat sombong, tinggi hati dan tidak layak ditiru oleh pembaca semakin menambah kehebatan isi cerita.
e.       R. Atmadi N yaitu adalah Juragan Patih. Memiliki watak bijaksana, pemimpin yang dihormati
f.       Abdulhalim, anak hasil perkawinan Suria dengan Zubaedah. Memiliki sifat santun, sopan, berbakti kepada orangtua
g.      Saleh menjadi anak kedua Suria-Zubaidah. Memiliki watak periang, suka bercanda
h.      Aminah menjadi anak ketiga Suria-Zubaidah, Aminah memiliki watak yang periang.
i.        Khadijah, tetangga Suria-Zubaidah. Memiliki watak hemat, cermat, bisa melihat kemampuan
j.        Kosim menjadi anak magang atau anak angkat R. Atmadi Nata. Kosim memiliki sifat rajin, keras kepala, kuat pendirian
k.      Haji Jaenudi, haji kaya / Sahabat R. Atmadi Nata. Memiliki watak sabar, murah hati, sayang terhadap anak
l.        Nyai Salamah, istri Haji Junaedi
m.    Fatima, anak perempuan H. Junaedi-Salamah
n.      Suminta, pegawai kantor, sifatnya sabar, rajin, suka menolong
o.      Sastrawijaya    : Juru tulis yang bijaksana
p.      Sutilah : Istri Abdulhalim, sifatnya rajin, patuh terhadap suami
Novel karangan Nur Sutan Iskandar ini, menggunakan alur maju mundur (digresi) karena awalnya pengarang mengenalkan situasi dan tokoh cerita, lalu kembali menceritakan kejadian masa lalu ketika Suria dijodohkan dengan Zubaidah, kemudian kembali memaparkan cerita yang menuju konflik. Sehingga digunakannya alur maju mundur (digresi) ini, memudahkan pembaca untuk mengetahui awal penyebab konflik sebelum mengetahui konflik yang terjadi. Sedangkan puncak konflik yang digunakan adalah “sad ending” karena diceritakan bahwa Suria akhirnya meninggal dunia.
Penggambaran alur pada novel Katak Hendak jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar :
a.       Haji Hasbullah dengan berat hati menerima lamaran Haji Zakaria yang hendak mengambil Zubaedah untuk dijadikan isteri anaknya yang bernama Suria
b.      Keberatan Haji Hasbullah lainnya adalah karena Suria dimata Haji Hasbullah adalah termasuk pemuda yang angkuh, kasar, pongah, serta suka berfoya-foya.
c.       Walaupun sudah punya istri, sifat dan tingkah laku Suria tidak berubah sedikit pun.
d.      Setelah ayahnya meninggal Suria kerjanya tiap hari hanya berfoya-foya saja menghabiskan harta warisan ayahnya.
e.       Tiga bulan Suria meninggalkan istrinya yang sedang mengandung sampai melahirkan anak yang diberi nama Abdulhalim
f.       Suria baru kembali lagi ke rumah, yaitu setelah harta warisan ayahnya ludes.
g.      Suria menyembah-nyembah pada istrinya meminta istrinya untuk memaafkan perbuatannya. Suria bahkan berjanji tidak akan mengulanginya.
h.      Sementara waktu dia berubah tetapi lama kelamaan tabiat nya yang jelek itu muncul kembali. Perasaan kebanggaan bahwa dirinya dulunya keturunan bangsawan yang kaya raya muncul lagi.
i.        Perbuatannya yang sangat dipaksa-paksa itu jelas membuat Zubaedah pusing juga. Jangankan untuk membiayai kedua anak bersekolah di HIS, untuk makan sehari-hari saja mereka sudah sulit bukan kepalang.
j.        Zubaedah sangat malu atas perbuatan Suria. Keluarga anaknya berantakan akibat ulah suaminya sendiri.
k.      Zubaedah meninggal dunia dengan membawa hati yang penuh duka nestapa.
l.        Setelah kematian istrinya Zubadah, barulah muncul kesadaran dalam diri Suria
m.    Karena begitu malu dan merasa sangat berdosa Suria Pergi entah kemana.
Meskipun novel ini dikarang oleh pengarang yang berasal dari daerah Minangkabau, akan tetapi pengarang mampu menulis novel yang kuat dengan menghadirkan latar tempat dan latar sosial masyarakat Pasundan seperti yang dikatakan oleh Maman S. Mahayana seorang kritikus sastra. Hal ini dibuktikan bahwa pengarang menceritakan adat yang berlaku di Pasundan bahwa seorang anak gadis harus bersedia menikah dengan seseorang pilihan orang tuanya bukan kehendak dirinya sendiri. Selain itu pengarang terlihat piawai memainkan bahasa Sunda seperti “kabodoan” berarti tertipu, ”ngigel” berarti menari, ”semah” berarti tamu dan juga bahasa Belanda seperti “binnelandsch bestuur” berarti pemerintahan dalam negeri, “hulpschrijver” berarti juru tuilis pembantu.
Pasundan adalah latar tempat yang digunakan dalam novel ini. Kesedihan, kekesalan, ketegangan dan keharuan menjadi latar suasana yang selalu menghiasi cerita. Hal ini dibuktikan ketika Zubaidah menangis memohon agar suaminya, Suria tidak lagi boros terhadap keuangan rumah tangga. Suasana keharuan ketika Suria diusir oleh anaknya, Abdulhalim karena tabiatnya yang buruk kemudian jatuh miskin dan akhirnya meninggal dunia menyusul istrinya.
2.      Sarana Cerita
Pada sarana cerita, hal yang di perhatikan adalah unsur judul, sudut pandang serta gaya dan nada.
“Katak Hendak Jadi Lembu” adalah novel klasik yang mengandung nilai-nilai kehidupan dari sepasang suami istri bernama Raden Suria dan istrinya Zubaidah. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Suria yang hanya bekerja sebagai mantri kabupaten tetapi bertingkah bagai orang yang paling berkuasa di daerahnya layaknya seekor katak yang ingin berubah menjadi lembu sangat sesuai dengan judul novel tersebut.
Novel Katak Hendak jadi Lembu karya Nur Sutan Iskandar ini menggunakan sudut pandang orang serba tahu karena pada cerita didalamnya tidak ada penggunaan kata “aku” dalam menceritakan suatu kejadian.
Gaya bahasa yang digunakan dapat terlihat dari terdapatnya bahasa melayu dan Belanda serta menggunakan banyak majas         
a.       Majas Hyperbola
Contoh :
Bersinar-sinar matanya melihat ketiga anaknya keluar dari dalam kendaraan.
Orang desa tiada bergaji tapi hatinya berlipat ganda sentosa daripada aku ini.
Hal sekecil itu sudah menerbitkan marahnya.
b.       Majas Litotes
Contoh :
Maaf, makan sirih, Aceuk. Tapi barang kali tak cukup lagi.
Memberi malu! Rumah buruk, perkakas tak ada.
Apa benarlah kelebihan desa yang kecil dan buruk ini.
c.       Majas Simile
Contoh     :
Bagai membesarkan anak macan
Bagai bergantung pada dahan lapuk
Bagai terapung tak hanyut dan terendam tak basah
Seakan-akan langit disaputi awan.          

3.      Tema
Masalah bangsawan Sunda yang tidak mau bekerja keras dan terlalu bangga pada kebangsawanannya. Atau ini masalah seorang manusia yang suka berbuat sesuatu atau mengharapkan sesuatu di luar batas kemampuannya dan malah tanpa usaha dalam proses pencapaian cita-citanya itu.
2.         Pendekatan Historis
Nur Sutan Iskandar dilahirkan di Sungaibatang, Maninjau, pada tanggal 3 November 1893. nama kecilnya adalah Muhammad Nur. sesuai dengan adat Minangkabau (asal beliau), sesudah menikah ia diberi gelar sutan Iskandar.
Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah Melayu, Nur St. Iskandar diangkat menjadi guru. selama menjalani profesi tersebut, ia belajar secara otodidak dari buku-buku, terutama mengenai bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Tulisan-tulisannya pun sering dimuat dalam berbagai surat kabar di Padang.
Karier di Balai Pustaka diawali dengan bekerja sebagai korektor, kemudian sebagai redaktur dan redaktur kepala. atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan, Departemen Sosial menganugerahi tanda kehormatan Perintis Kemerdekaan. penghargaan di bidang kebudayaan juga diperoleh dengan pemberian tanda kehormatan Satyalencana pada tahun 1961.
Nur St. Iskandar menghasilkan tak kurang dari 82 judul buku. karya pertamanya adalah Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922), disusul karya lain seperti Cinta yang Membawa Maut (1926), Salah Pilih (1928), Abu Nawas (1929), Hulubalangraja (1934), Katak hendak Jadi Lembu (1935), Neraka Dunia (1938), dan Turun ke Desa (1946).
Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan terproduktif di angkatannya. Selain mengarang karya asli ia juga menyadur dan menerjemahkan buku-buku karya pengarang asing seperti Alexandre Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan Doyle.
Dari novel Katak hendak jadi Lembu, adalah tokoh Suria, seorang amtenaar yang hanya menduduki posisi klerk (juru tulis) di kantor kadipaten. Dengan gajinya yang tidak seberapa, ia ingin hidup layaknya kaum priyayi dan golongan menak. Isterinya harus berjuang keras, mencukup-cukupkan anggaran rumah tangga untuk mengimbangi gaya hidup mewah suaminya. Sayang, alih-alih berterima kasih, Suria makin memperturutkan hawa nafsunya, dan tiada perduli lagi akan isterinya. Kisah ini berakhir tragis ketika sang isteri meninggal dunia karena tidak mampu memikul beban batin yang berkepanjangan, sementara Suria akhirnya terlunta-lunta setelah kehilangan pekerjaannya.
Begitulah kurang lebih yang dikisahkan oleh Nur Sutan Iskandar dalam sebuah roman karangannya, “Katak Hendak Jadi Lembu”. Berbeda dengan roman lain dari angkatan Balai Pustaka yang lebih suka mengangkat tema percintaan yang kini sudah usang (ingat ungkapan “sekarang bukan lagi jaman Siti Nurbaya”?), maka tema yang diusung oleh roman yang ini seperti tidak pernah lekang oleh jaman.
Kisah ini ditulis dengan mengambil setting pada tahun 1930-an, ketika dunia sedang dilanda resesi berkepanjangan. Kakek-nenek kita mungkin menyebut masa itu sebagai jaman malaise, yang kerap dipelesetkan oleh lidah Melayu sebagai jaman “meleset”.
Judul Katak hendak jadi lembu, nampaknya diilhami dari fabel klasik tentang seekor induk katak yang berusaha menggembungkan diri untuk meniru ukuran seekor lembu yang digambarkan oleh anaknya. Alih-alih menyamai ukuran lembu, katak ini akhirnya tewas karena badannya meledak! Kini kiasan ini digunakan untuk melukiskan orang kebanyakan yang berusaha bergaya layaknya orang berpunya.
3.         Pendekatan Emotif
Adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang menggugah perasaan pembaca yang dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun isi atau gagasan yang lucu dan menarik. Roman karya Nur Sutan Iskandar ini berkisah tentang seorang keturunan bangsawan Sunda yang tidak mau bekerja keras. Ia sangat bangga dengan kebangsawanannya. Roman ini secara sekilas mengangkat persoalan manusiayang melakukan atau mengharapkan sesuatu di luar batas kemampuannya.
Kata orang bijak, kerendahan hati adalah prinsip dasar orang beriman kepada Yang Maha Kuasa Sang Pencipta alam semesta. Dari kerendahan hati itulah munculnya ketulusan dan pengakuan diri, bahwa manusia hanyalah seonggok daging tak berdaya atau debu halus di hadapan Sang Khalik.
Sementara kesombongan adalah upaya penyangkalan diri manusia atas ketidakberdayaan raga dan spiritual di hadapan Yang Ilahi. Kesombongan menjadi semacam kompensasi psikologis untuk menutupi ketidakmampuan diri, yang kadang tersimpan dalam dunia alam bawah sadar. Kesombongan diri seseorang muncul, biasanya bertujuan agar diakui eksistensinya. Terutama di lingkungan sosialnya. Kesombongan dan keangkuhan merupakan saudara kembar.
Seorang psikolog terkenal asal Austria Alfred Adler (1870-1937) mengatakan, bahwa kesombongan itu pada dasarnya merupakan sikap mengutamakan diri sendiri. Adler menyebutnya sebagai self centered. Semuanya berpusat pada diri sendiri. Kalangan orang beriman alim ulama memposisikan egoisme sebagai awal dari dosa. Egosentrisme menjadi akar dari dosa. Manusia terjerumus ke dalam dunia hitam kelam karena terlalu mengagungkan ke-aku-annya. Aku merasa paling benar, paling bersih, paling hebat, paling suci, paling berkuasa, dan berbagai predikat superlatif lainnya. Peperangan, kerusuhan, kriminalitas, aniaya, dan kesengsaraan acapkali bermula dari sana.
Kerendahan hati dan kesombongan berjalan seiring dalam dunia yang sama, meski berbeda kharakter dan motivasi dasarnya. Tapi kadang, kesombongan bersembunyi di balik ‘kerendahan hati’ sehingga menjadi seolah-olah rendah hati. Padahal jauh di lubuk hati, ingin dipuji dan diakui ke-ego-annya. Sejatinya, kerendahan hati akan terus bertahan. Sementara kesombongan akan terkuak bersama perjalanan sang waktu.



BAB 3
PENUTUP

3.1.   Simpulan
Didalam mengapresiasi prosa fiksi terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan emotif, pendekatan analitis, pendekatan historis, pendekatan sosiopsikologis, dan pendekatan didaktis.  Akan tetapi dalam mengapresiasi prosa fiksi karya Nur Sutan Iskandar yang berjudul “katak Hendak jadi Lembu” kami menggunakan 3 pendekatan yaitu pendekatan analitis, pendekatan historis, dan pendekatan emotif.
Pendekatan analitis dilakukann dengan cara menganalisa unsur-unsur pembangun novel, diantaranya fakta cerita, sarana cerita, dan tema atau amanat.
Pendekatan historis dilakukan dengan cara memahami sejarah terciptanya novel.
Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang menggugah perasaan pembaca yang dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun isi atau gagasan yang lucu dan menarik.

3.2.       Saran
          Untuk menunjang proses pembelajaran apresiasi prosa sebaiknya mahasiswa mempelajari unsur-unsur pembangun dalam karya sastra seperti unsur intrinsik dan ekstrinsik, serta mempelajari pendekatan dalam prosa fiksi, karena bermanfaat dalam kegiatan mengapresiasi karya sastra seperti novel.
          Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Maka kritik dan saran yang membangun dari pembaca dibutuhkan untuk kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi karya Sastra. Malang: Sinar Baru Algensindo.
Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press.
Haryati S, Nas. 2012. Aperesiasi Prosa Indonesia. Semarang: UNNES.
St. Iskandar, Nur. 2008. Katak Hendak jadi Lembu. Jakarta : Balai Pustaka.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Puisi Angkatan 1945