Analisis Puisi Angkatan 1945



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra yang dapat dikaji dari bermacam-macam aspek. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi sebagai struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan saran kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji jenis-jenis atau ragamnya, mengingat bahwa puisi memiliki beragam-ragam jenisnya. Hal ini mengingat hakika yang sebagai karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) (Teeuw, 1980:12).
Meskipun demikian, orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya esteti yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Oleh karena itu, sebelum pengakjian aspek yang lain, perlu lebih dahulu puisi dikaji sebagai sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis.
Puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkit akan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan panca indra. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan member kesan. Puis itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, diubah dalam wujud yang paling berkesan. Segala ulangan susunan baris sajak yang nampak di baris lain dengan tujuan menambah kebagusan sajak, itulah yang dimaksud dengan korespondensi      (Slametmuljana, 1956: 113).
Dari ulasan-ulasan di atas tentang puisi, yang merupakan sebuah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisannya. Dalam mencapai kepuitisan itu penyair mempergunakan banyak cara yang secara bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis yang sebanyak-banyaknya yang lebih besar daripada pengaruh beberapa komponen secara terpisah penggunaannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sajak-sajak Chairi Anwar merupakan merupakan sajak yang disusun dengan kata-kata yang sederhana dan lebih memperdalam makna. Chiril Anwar dan cara hidupnya yang “jalang” telah menjadi semacam mitos, kita suka bahwa sajak-sajak yang ditulis menjelang kematiannya menunjukkan sikap hidupnya yang matang dan mengendap meskipun umurnya baru 26 tahun. Puisi ‘Derai-Derai Cemara’ ini merupakan sajak yang ditulisnya pada saat ia berada pada pembaringan di rumah sakit.
Dalam sajak ini Chairil Anwar meneriakkan keinginannya untuk tetap hidup walaupun umurnya telah terbatas, yaitu 27 tahun tidak seperti kawan-kawannya yang lain, seperti HB Jassin yang hidupnya lebih panjang daripada Chairil. Pada usia 26 tahun ia menyadari bahwa hidupnya “hidup hanya menunda kekalahan…sebelum pada akhirnya kita menyerah”. Sajak ini merupakan sebuah kesimpulan yang diutarakan dengan sikap yang sudah mengendap, yang sepenuhnya menerima proses perubahan dalam diri manusia yang memisahkannya dari gejolak masa lampau. Proses itu begitu cepat, sehingga “ada yang tetapi tidak diucapkan”.
Pengaturan inipun begitu tertib dan tenang, masing-masing terdiri dari empat larik yang sepenuhnya menggunakan rima a-b-a-b citraan alam yang digunakan Chairil pun menampilkan ketenanangan itu: suara deraian cemara  sampai di kejauhan menyebabkan hari terasa akan jadi malam, dan dahan yang di tingkap merapuh itu pun dipukul angin yang terpendam. Dalam seluruh sajak ini, kata “dipukul” jelas merupakan kata yang paling keras mengungkapkan masih adanya sesuatu  di dalam yang masih terpendam. Si aku dalam lirik sajak ini pun menyadari sepenuhnya bahwa hari belum malam, namun terasa jadi malam.
Masyarakat sastra pada umumnya telah mengenal seorang Chairil Anwar, seorang penyair besar yang juga pelopor dari Angkatan ’45. Walaupun ia seorang penyair besar, namun itu tidak mencerminkan kehidupannya yang nyaman seperti seseorang yang agung dan mempunyai sebuah nama besar. Kehidupannya begitu sederhana dan dinamis, bahkan lebih banyak masa-masa sulit yang ia hadapi.
Chairil Anwar mulai banyak dikenal oleh masyarakat dari puisinya yang paling terkenal berjudul Semangat yang kemudian berubah judul menjadi Aku. Puisi yang ia tulis pada bulan Maret tahun 1943 ini banyak menyita perhatian masyarakat dalam dunia sastra. Dengan bahasa yang lugas, Chairil berani memunculkan suatu karya yang belum pernah ada sebelumnya. Pada saat itu, puisi tersebut mendapat banyak kecaman dari publik karena dianggap tidak sesuai sebagaimana puisi-puisi lain pada zaman itu. Puisi tersebut tentu bukan Chairil ciptakan tanpa tujuan, hanya saja tujuan dari puisi tersebut yang belum diketahui oleh masyarakat.
Chairil Anwar adalah seorang penyair yang menuliskan apa saja yang ditemukannya dan dihadapinya dalam pencarian itu, sebagaimana perkataan Sastrowardoyo dalam Ginting (2007), bahwa  pengarang seperti Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Ajip Rosidi, dan Goenawan  Mohammad terombang-ambing di antara dua kutub, kebudayaan daerah dan kota, tradisi dan modern, Timur dan Barat. Lebih lanjut lagi, dikatakan  bahwa nasib manusia perbatasan adalah buah dari pencarian hendak modern itu.

1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas didalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana periode karya sastra angkatan 45?
2.      Bagaimana latar belakang puisi angkatan 1945?
3.      Bagaimana unsur ekstrinsik puisi “Derai-derai Cemara” karya Chairil Anwar yang meliputi latar belakang, perkembangan dan pengaruh?

1.3.Tujuan
Merujuk pada rumusan masalah pada makalah ini, maka tujuan dibentuknya makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan periode karya sastra angkatan 45.
2.      Menjelaskan latar belakang puisi pada angkatan 45
3.      Menjelaskan unsur ekstrinsik puisi “Derai-Derai cemara” karya Chairil Anwar yang meliputi latar belakang, perkembangan dan pengaruh puisi tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Periode Karya Sastra Angkatan 45
Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia memberikan sesuatu yang baru. Sajak-sajaknya tidak seperti sajak-sajak Amir Hamzah yang masih mengingatkankta kepada sastra Melayu. Bahasa yang dipeergunakannya ialah bahasa Indonesia yang hidup, berjiwa. Bukan bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra.
Chairil Anwar segera mendapat pengikut, penafsir, pembela dan penyokong. Dalam bidang penulisan puisi muncul para penyair Asrul Sani, Rivai Apin, M. Akbar Djuhana, P. Sengojo, Dodong Djiwapraja, S. Rukiah, Walujati, Harijadi S. Hartowardoyo, Moch. Ali dan lain-lain. Dalam bidang penulisan prosa, Idrus pun memperkenalkan gaya menyoal-baru yang segera mendapat pengikut luas.
Dengan munculnya kenyataan itu, banyak orang yang berpendapat bahwa sesuatu angkatan kesusastraan baru telah lahir. Pada mulanya angkatan ini disebut Angkatan Sesudah Perang, ada yang menamakannya Angkatan Khairil Anwar, Angkatan Kemerdekaan dan lain-lain. Pada tahun 1948 Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama Angkatan 45. Nama ini segera menjadi populer dan dipergunakan oleh semua pihak sebagai nama resmi.
Tetapi sementara itu, meskipun namanya sudah diperoleh, sendi-sendi dan landasan idealnnya belum lagi dirumuskan. Baru pada tahun 1950, “Surat Kepercayaan Gelanggang“ dibuat dan diumumkan. Ketika itu Chairil Anwar sudah meninggal. Surat kepercayaan itu ialah semacam pernyataan sikap yang menjadi dasar pegangan perkumpulan yang bernama “Gelanggang Seniman Merdeka“, yang didirikan tahun 1947.

SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG

Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. Kalau kami bicara tentang kebudyaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai mengilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudyaan baru yang sehat.

Jakarta 18 Februari 1950

Sebegitu banyak yang memproklamasikan kelahiran dan membela hak hidup Angkatan ’45, sebanyak itu pulalah yang menentangnya. Armijn Pane berpendapat bahwa Angkatan ’45 hanyalah lanjutan dari yang sudah dirintis angkatan sebelumnya, yaitu Angkatan Pujangga Baru.
Pada tahun 1952, H.B. Jassin mengumumkan sebuah essai berjudul “Angkatan ‘45” yang merupakan pembelaan terhadap kelahiran dan hak hidup Angkatan ’45. Jassin mengatakatan bahwa bukan hanya dalam gaya saja perbedaan antara Angkatan ’45 ini dengan para pengarang Pujanggga Baru, melainkan juga dalam visi (pandangan). Essai itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan karangan Jassin berjudul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay (1954).
Chairil Anwar dilahirkan di Medan tanggal 22 Juli 1922. Sekolahnya hanya sampai mulo ( SMP ) dan itu pun tidak tamat kemudian ia belajar sendiri, sehingga tulisan-tulisannya matang dan padat berisi.
Dari esai dan sajak-sajaknya jelas sekali ia seorang individualis yang bebas. Dengan berani dan secara demonstratif pula ia menentang sensor Jepang dan itu menyebabkan ia selalu menjadi incaran Kenpetai (polisi rahasia Jepang yang terkenal galak dan kejam).

2.2.Latar Belakang Puisi Angkatan 45
Istilah angkatan 45 adalah sebuah nama bagi angkatan (penyair) setelah mulai pudarnya eksistensi periode Pujangga Baru. Istilah angkatan 45 sendiri secara lugas baru digunakan pertama kali oleh Rosihan Anwar dalam majalah Siasat yang diterbitkan pada tanggal 9 Januari 1949 (Teew dalam Nursasangko, 2008: 1). Pradopo dalam (Nursasangko, 2008: 1) menyebutkan bila angkatan 45 dimulai dari tahun 1940 dan berakhir tahun 1955. Konsepsi angkatan 45 tertuang dalam Surat Kepercayaan Gelanggang yang menjadi pandangan pokok para pengarang angkatan 45. Waluyo (1987:58) mengemukakan tiga pokok pikiran yang terkandung dalam Surat Kepercayaan Gelanggang itu, yaitu:
1.      Bahwa para sastrawan merupakan ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia;
2.      Ciri keindonesiaan tidak ditandai oleh ujud fisik, tetapi terlebih oleh ungkapan jiwa, kebudayaan Indonesia terjadi oleh pengaruh dari luar dan perkembangan dari dalam. Jadi tidak usah menyebut keaslian yang mempersempit ukuran dan nilai;
3.      Revolusi adalah penempatan nilai baru atas nilai lama yang usang.
Pengalaman hidup  dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnaikarya sastrawan angkatan 45 (Agni, 2009: 18). Pelopor puisi angkatan 45 ialah Chairil Anwar.  Sedangkan pelopor prosa angkatan 45adalah Idrus. Menurut Ambary (1994: 90), pandangan penulis dalam bentuk-bentuk karangan lebih bebas dari angkatan Pujangga Baru, sedangkan dalam isi, angkatan 45 bercorak realistis.
Angkatan 45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan  peperangan mempertahankan kemerdekaan  Indonesia.
Menurut  Angelina (2008: 1), ciri-ciri angkatan 45, yaitu:
1.      Terbuka;
2.      Pengaruh unsur sastra asing lebih luas;
3.      Corak isi lebih realis dan naturalis;
4.      Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis;
5.      Penghematan kata dalam karya ekspresif;
6.      Ekspresif;
7.      Sinisme dan sarkasme;
8.      Karangan prosa berkurang, puisi berkembang.
       
        Jika pada periode 1933-1945 , pembaharuan puisi Indonesia dengan bentuk soneta, distichon, tersina, dan sebagainya dipandang merupakan pembaharuan yang bersifat setengah-setengah , maka pada angkatan 45 ini, pembaharuan bersifat menyeluruh. Buka hanya pembaharuan bentuk puisi, namun juga faktor kejiwaan puisi dan tema/ amanat yang dikemukakandan disebut pembaharuan secara menyeluruh. Puisi angkatan 45 memiliki struktur yang bebas.
        Adapun ciri-ciri puisi angkatan 45( Waluyo, 1987 : 58-59) adalah sebagai berikut:
1.      Puisi  adalah puisi bebas yang tidak terikat oleh pembagian bait, baris, dan persajakan;
2.      Gaya atau aliran yang banyak dianut adalah aliran ekspresionalisme dan realisme;
3.      Diksinya mengemukakan pengalaman batin yang mendalam dan mengungkapkan intensitas arti. Katanya adalah bahasa sehari-hari sesuai dengan realisme;
4.      Gaya bahasa metafora dan metafolik banyak dipergunakan. Kata-kata, frasa, dan kalimat bermata ganda menyebabkan tafsiran ganda bagi pembaca;
5.      Gaya sajaknya prismatis, hubungan baris dan kalimat-kalimatnya bersifat implisit;
6.      Gaya pernyataan pikiran berkembang dan hal ini kelak berkembang menjadi sloganis;
7.      Gaya ironi dan sinisme banyak kita jumpai dalam puisi-puisi periode ini.

Pada Angkatan 45, benar-benar terjadi revolusi dalam puisi. Ikatan puisi lama sudah ditinggalkan. Pada Angkatan 45 yang dipentingkan adalah makna atau bentuk batin puisi, ikatan bentuk fisik npuisi tidak dominan lagi. Kepadatan puisi di masa Angkatan 45 ini dipandang kurang memuaskan. Puisi-puisi yang mementingkan isi dirasa kurang hiasan dan terlalu kering.


2.3.Unsur Ekstrinsik dari Contoh Puisi Derai-Derai Cemara
2.3.1.      Latar Belakang
     Chairil Anwar dan cara hidupnya yang “jalang” telah menjadi semacam mitos, kita suka bahwa sajak-sajak yang ditulis menjelang kematiannya menunjukkan sikap hidupnya yang matang dan mengendap meskipun umurnya baru 26 tahun. Puisi ‘Derai-Derai Cemara’ ini merupakan sajak yang ditulisnya pada saat ia berada pada pembaringan di rumah sakit.
     Dalam sajak ini Chairil Anwar meneriakkan keinginannya untuk tetap hidup walaupun umurnya telah terbatas, yaitu 27 tahun tidak seperti kawan-kawannya yang lain, seperti HB Jassin yang hidupnya lebih panjang daripada Chairil. Pada usia 26 tahun ia menyadari bahwa hidupnya “hidup hanya menunda kekalahan…sebelum pada akhirnya kita menyerah”. Sajak ini merupakan sebuah kesimpulan yang diutarakan dengan sikap yang sudah mengendap, yang sepenuhnya menerima proses perubahan dalam diri manusia yang memisahkannya dari gejolak masa lampau. Proses itu begitu cepat, sehingga “ada yang tetapi tidak diucapkan”.
     Pengaturan inipun begitu tertib dan tenang, masing-masing terdiri dari empat larik yang sepenuhnya menggunakan rima a-b-a-b citraan alam yang digunakan Chairil pun menampilkan ketenanangan itu: suara deraian cemara  sampai di kejauhan menyababkan hari terasa akan jadi malam, dan dahan yang di tingkap merapuh itu pun dipukul angin yang terpendam. Dalam seluruh sajak ini, kata “dipukul” jelas merupakan kata yang paling keras mengungkapkan masih adanya sesuatu  di dalam yang masih terpendam. Si aku dalam lirik sajak ini pun menyadari sepenuhnya bahwa hari belum malam, namun terasa jadi malam.

DERAI-DERAI CEMARA
Karya Chairil Anwar

cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan ditangkap rapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah beberapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

Hal pertama yang membuat tertarik setelah membaca puisi “Derai-derai Cemara” adalah gaya bahasa pengarang dalam puisi ini yang berbeda dari puisi-puisi lainnya. Dimana dalam puisi ini rimanya lebih teratur tidak seperti dalam pusi-pusi Chairil lainnya, misalnya dibandingkan dengan puisi “Aku”. Selain itu uga puisi ini memberikan kesan yang sangat dalam bagi penulis, mulai dari bait pertama sampai bait terakhir.
Pada bait pertama memberikan kesan bahwa bait itu bercerita mengenai kondisi sang penyair yang semakin memburuk, seperti yang tergambar pada setiap larik-lariknya. Dalam kondisinya itu digambarkan pada setiap larik-lariknya, dimana hal itu digambarkan mengenai diri penyair itu sendiri yang digambarkan sebagai sebuah cemara, dan daunnya itu telah menderai dan dahan-dahannya telah merapuh.
Pada bait kedua kesan yang dapat penulis ambil adalah mengenai perasaan pengarang yang memang bisa tahan menghadapi kondisinya itu, karena ia memang sudah dewasa seperti yang terlukis pada larik ke satu dan ke dua. Walupun sebenarnya kondisinya yang ia rasakan itu tak pernah ia bayangkan sebelumnya, hal ini tergambar pada bait ke tga dan ke empat.
Pada bait terakhir kita dapat menafsirkan bahwa akhirnya penyair menyerah, setelah sebelumnya ia berjuang dan mengerti bahwa sesungguhnya hidup hanya menunda kekalahan alias kematian, serta setiap manusia pasti akan menghadapi kematian.


Unsur Ekstrensik Puisi “Derai-derai Cemara”
Chairil dalam puisinya ini menunjukkan kelebihannya dalam memilih kata-kata yang tidak biasa orang lain gunakan tetapi memberikan kesan yang dalam pada setiap pembacanya. Selain itu juga dalam puisinya ini memiliki kelebihan tersendiri dibanding puisi-puisi lainnya yakni mengenai rimanya yang teratur berbeda dengan puisi-puisi lainnya.
Puisi ini juga baik dibaca oleh masyarakat umum tidak hanya kalangan “sastra” saja, yang pada saat ini masyarakat kita cenderung bekerja keras tetapi lupa kepada penciptanNya. Puisi ini dapat mengajarkan mereka bahwa sesungguhnya sekeras apapun kita berusaha atau bekerja tetap saja semua jalan hidup dan keputusan ada di tanganNya. Bahkan seorang Chairil pun akhirnya menyerah juga pada Tuhan di akhir hayatnya.
2.3.2.      Perkembangan
     Penjelajahan Chairil Anwar berpusar pada pencariannya akan corak bahasa ucap yang baru, yang lebih ‘berbunyi’ daripada corak bahasa ucap Pujangga Baru. Chairil Anwar pernah menuliskan betapa ia betul-betul menghargai salah seorang penyair Pujangga Baru, Amir Hamzah, yang telah  mampu mendobrak bahasa ucap penyair-penyair sebelumnya. Idiom ‘binatang jalang’ yang digunakan dalam sajak tersebut pun sungguh suatu  pendobrakan akan tradisi bahasa ucap Pujangga Baru yang masih cenderung mendayu-dayu.  
     Secara umum, puisi Derai-derai cemara merupakan penggambaran sebuah kesadaran tentang sebuah perjalanan hidup manusia dan rapuh. Setiap perjalanan manusia pasti akan berakhir. Semua yang bernyawa pasti akan mati apabila telah tiba pada waktunya.
     Varian yang pertama merupakan keseluruhan bait pertama (//Cemara menderai sampai jauh / Terasa hari akan jadi malam / Ada beberapa dahan di tingkap merapuh / Dipukul angin yang terpendam //) Pohon cemara menggambarkan tentang sesuatu yang lemah, rapuh, sesuai dengan bentuk daun cemara yang kecil, meruncing mudah terhempas oleh angin yang bertiup. Malam identik dengan kesunyian, kegelapan, waktu istirahat dan akhir dari sebuah kejadian. Angin memberikan gambaran tentang segala cobaan dan kepahitan dalam hidup, yang menghempas kehidupan si tokoh pusi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bait pertama memberikan gambaran tentang akhir dari sebuah perjalanan hidup. Merupakan sebuah kesadaran tentang segala sesuatu yang terjadi di dunia ini penuh dengan cobaan dan semua yang ada didunia ini pasti akan berakhir, semua yang bernyawa juga pasti akan mati.
     Varian kedua (//Aku sekarang orangnya bisa tahan / Sudah beberapa waktu bukan kanak lagi / Tapi dulu memang ada suatu bahan / Yang bukan dasar perhitungan kini //) tokoh puisi merupakan sosok yang telah meninggalkan masa lalunya, masa kanak-kanaknya dan telah menunjukkan kedewasaannya. Tokoh puisi telah mempunyai suatu cita-cita atau pandangan hidup pada masa kecilnya, akan tetapi apa yang dicita-citakan pada waktu kecil tidak terjadi pada masa sekarang, dan pandangan tentang hidupnya telah berbeda dari apa yang pernah dia pikirkan waktu dia masih kanak-kanak.
     Varian ketiga (//Hidup hanya menunda-nunda kekalahan / Tambah terasing dari cinta dan sekolah rendah / Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan / Sebelum pada akhirnya kita menyerah//) kata-kata hidup hanya menunda-nunda kekalahan seolah terasa asing ditelinga, biasanya kita mengenal menunda-nunda kemenangan. Kekalahan digambarkan sebagai suatu symbol kepasrahan dan sangat identik dengan keputusanaan. Penderitaan , bahkan kematian. Cita-cita si tokoh puisi pada masa lampaunya yang begitu cemerlang namun tokoh puisi selalu mengalami penderitaan dalam hidupnya. Nampak dari kata terasingkan yang digunakanyang menceritakan tentang rencana si tokoh tentang cita-citanya namun berbeda dengan apa yang diharapkan sehingga membawa dia ke dunia yang dianggap asing dan pada akhirnya berujung pada keputusasaan, kematian.
     Dapat disimpulkan, puisi Derai-derai Cemara merupakan ungkapan tentang perjalanan seorang tokoh puisi yang hidupnya penuh penderitaan, dia sempat mempunyai cita-cita yang cemerlang pada masa kecilnya namun pada kenyataannya hidupnya mengalami kepahitan dan penderitaan, sehingga membawa pada sebuah keterasingan dan menyadarkan tentang segala sesuatu yang terjadi di dunia ini pasti akan berakhir dan segala sesuatu yang bernyawa pasti akan mati.
2.3.3.      Pengaruh
     Angkatan 45 dipengaruhi oleh pujangga-pujangga dunia seperti Rusia, Italia, prancis, Belanda, Amerika dan sebagainya. Adapun bentuk-bentuk karya Angkatan 45 (Ambari, 19 4:9), yaitu sebagai berikut :
1.      Sajak, pada Angkatan 45 dan sesudahnya berisi akibat dari perperangan dan perjuangan gerilya;
2.       Novel, pada Angkata 45 novel lebih banyak dihasilkan dari pada roman;
3.      Drama, setalah parang kemerdekaan, darama dibuka oleh El-Hakim dan Idrus, serta diberi bentuk selanjutnya oleh Usman IsmailArmijn Pane, dan Rustandi Kartakusuma;
4.      Cerpen, isinya menggambarkan perikehidupan manusia.
Bicara tentang kegetiran nasib di tengah penjajahan Jepang yang sangat menindas, menampilkan cita-cita merdeka dan perjuangan revolusi fisik. Pada masa Jepang untuk berkelit dari sensor penguasa, berkembang sastra simbolik. Muncul ungkapan-ungkapan yang singkat-padat-bernas(gaya Chairil Anwar dalam puisi) dan kesederhanaan baru dengan kalimat pendek-pendek nanlugas (gaya Idrus dalam prosa fiksi/sketsa).
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan'45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yangromantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuanganmerebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisiChairil Anwar . Sastrawan angkatan '45 memilikikonsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwapara sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sajak-sajak Chairi Anwar merupakan merupakan sajak yang disusun dengan kata-kata yang sederhana dan lebih memperdalam makna.Chiril Anwar dan cara hidupnya yang “jalang” telah menjadi semacam mitos, kita suka bahwa sajak-sajak yang ditulis menjelang kematiannya menunjukkan sikap hidupnya yang matang dan mengendap meskipun umurnya baru 26 tahun. Puisi ‘Derai-Derai Cemara’ ini merupakan sajak yang ditulisnya pada saat ia berada pada pembaringan di rumah sakit.
Dalam sajak ini Chairil Anwar meneriakkan keinginannya untuk tetaphidup walaupun umurnya telah terbatas, yaitu 27 tahun tidak seperti kawan-kawannya yang lain, seperti HB Jassin yang hidupnya lebih panjang daripada Chairil. Pada usia 26 tahun ia menyadari bahwa hidupnya “hidup hanya menunda kekalahan…sebelum pada akhirnya kita menyerah”. Sajak ini merupakan sebuah kesimpulan yang diutarakan dengan sikap yang sudah mengendap, yang sepenuhnya menerima proses perubahan dalam diri manusia yang memisahkannya dari gejolak masa lampau. Proses itu begitu cepat, sehingga “ada yang tetapi tidak diucapkan”.
Pengaturan inipun begitu tertib dantenang, masing-masing terdiri dari empat larik yang sepenuhnya menggunakan rima a-b-a-b citraan alam yang digunakan Chairil pun menampilkan ketenanangan itu: suara deraian cemara  sampai di kejauhan menyababkan hari terasa akan jadi malam, dan dahan yang di tingkap merapuh itu pun dipukul angin yang terpendam. Dalam seluruh sajak ini, kata “dipukul” jelas merupakan kata yang paling keras mengungkapkan masih adanya sesuatu  di dalam yang masih terpendam. Si aku dalam lirik sajak ini pun menyadari sepenuhnya bahwa hari belum malam, namun terasa jadi malam.






BAB III
PENUTUP

3.1.Simpulan
Perjuangan Bangsa yang mencapai titik puncak pada proklamasi 17 Agustus 1945 beserta gejolak politik yang mengawali maupun mengikutinya, memberipengaruh sangat besar pada corak sastra. Kuatnya corak sastra era tersebutbegitu fenomenal sehingga membedakannya dari sastra angkatan sebelumnya,dan dijuluki Sastra Kemerdekaan.Latar belakang perubahanpolitikyang sangat mendadak pada masa pendudukanJepang (1942-1945) menjadi awal kelahiran karya sastra Angkatan 45. Berawaldari reaksi terhadap sastra yang menghamba pada pemerintahan Jepang diIndonesia, dan beberapa sastrawan Indonesia bergabung dalam lembaga “Keimin Bunka Shidosho”, pusat kebudayaan yang dijuluki “kacung Jepang.”Kehadiran angkatan 45 meletakkan pondasi kokoh bagi sastra Indonesia, karenaangkatan sebelumnya dinilai tidak memiliki jati diri ke-Indonesiaan. Jika Angkatan Balai Pustaka dinilai tunduk pada ”Volkslectuur”, lembaga kesusastraan kolonial Belanda, dan angkatan Pujangga Baru dinilai mengkhianati identitas bangsa karena terlalu berkiblat ke Barat,maka Angkatan 45 adalah reaksi penolakan terhadap angkatan-angkatan tersebut.
Karya Angkatan 45 memiliki kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik.
Sajak-sajak Chairi Anwar merupakan merupakan sajak yang disusun dengan kata-kata yang sederhana dan lebih memperdalam makna.Chiril Anwar dan cara hidupnya yang “jalang” telah menjadi semacam mitos, kita suka bahwa sajak-sajak yang ditulis menjelang kematiannya menunjukkan sikap hidupnya yang matang dan mengendap meskipun umurnya baru 26 tahun. Puisi ‘Derai-Derai Cemara’ ini merupakan sajak yang ditulisnya pada saat ia berada pada pembaringan di rumah sakit.

3.2.Saran
Penulis sangat menganjurkan kepada pembaca untuk tidak hanya menggunakan satu buku rujukan ataupun hanya menggunakan makalah ini. Kamu menyadari penulisan makalah ini masih perlu adanya perbaikan karena seperti pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak” makalah ini juga tidak lepas dari kesalahan. Maka dari itu untuk mempelajari lebih dalam tentang materi dalam makalah ini, diharapkan pembaca menggunakan berbagai referensi untuk menunjang pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

Siswanto, Wahyudi.2005. Budi Darma: karya dan dunianya. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Agni, Binar. 2009. Sastra Indonesia : Pantun, Puisi, Majas, Peribahasa, Kata Mutiara. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Amray, Abdullah. 1994. Intisari Sastar Indonesia. Bandung : Jakarta.
Angelia,Fiona.2008.“PeriodesasiSastraIndonesia”,(online), (http://www.Sideshere.netfionaangelina/periodesasi-Indonesia/,  diakses tanggal 15 Oktober 2012).
Nursasongko, Pekik. 2008. “Individualisme Angkatan 45”,(online), (http:// www.radenpekit.wordpress.com/2008/04/08/individualisme-angkatan-45 / , diakses tanggal 15 Oktober 2012.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apresiasi Prosa Novel Analisis Pendekatan Novel “Katak Hendak jadi Lembu” Karya Nur St. Iskandar